Monthly Archives: November 2014

12 November 2014

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sebuah buku yang sangat menarik. Ketika pertama kali saya melihatnya di toko buku, saya langsung penasaran begitu tahu bahwa buku tersebut ditulis oleh Adhitya Mulya, seorang penulis yang sudah saya kenal karyanya lewat buku yang berjudul “Jomblo”, sebuah cerita komedi yang sangat populer pada jamannya. Buku itu bahkan kemudian dibuat versi layar lebarnya, kalo ga salah sekitar tahun 2006, waktu saya masih kuliah, hoho..

 
Buku ini berjudul “Sabtu Bersama Bapak”. Tema utamanya adalah mengenai keluarga. Saya sama sekali ga menyangka bahwa ternyata buku ini bisa mengajarkan banyak sekali kepada saya. Cerita di dalamnya benar-benar berkesan dan bener-bener “kena” buat saya. Rasanya ga berlebihan kalau saya bilang untuk para bapak atau para calon bapak wajib membaca buku ini. Buku ini adalah salah satu buku terbaik yang pernah saya baca.

 

mtf_ckVhj_131

 
Sudah lama saya ingin membuat semacam review untuk buku ini, mengambil beberapa kutipan di dalamnya, tapi rasanya ga sempet dan ga jadi-jadi terus. Nah, belakangan ini saya lagi sering denger dan suka banget sama satu lagu, dan lagu itu saya putar-putar terus karena rasanya seperti mendengarkan soundtrack dari hidup saya, liriknya semacam merefleksikan secara sempurna apa yang selama ini saya rasakan. Lagu apa ? Bukan.. maksud saya bukan lagu “Sakitnya tuh disini” !

 

IMG_20141023_094010

 
Kutipan dari buku dan lirik lagu ini lah yang membuat saya gatal ingin menulis sesuatu. Semacam curhat colongan juga.. Saya ingin menjadikan tulisan ini sebagai pengingat kepada diri saya sendiri, sebagai jawaban atas pertanyaan “Kenapa seorang Oon belum punya pacar ?”
 

Kutipan 1 :
“Mam… sebenernya ada kok, alasan kenapa Saka sampai sekarang gak nikah. Atau belum punya pacar”
“….”
“Saka membuktikan kepada diri sendiri dulu. Bahwa Saka siap lahir batin untuk jadi suami. Makanya ngejar karier dulu. Belajar agama dulu. Nabung dulu. Kalau Saka udah pede sama diri sendiri, Saka akan pede sama perempuan.”
“Ka, istri yang baik gak akan keberatan diajak melarat.”
“Iya, sih. Tapi Mah, suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk melarat. Mamah tahu itu. Bapak juga gitu, dulu.”

 

Alasan pertama kenapa saya belum punya pacar adalah masalah kepercayaan diri. Rasa percaya diri itu timbulnya dari suatu hal yang bisa dibanggakan, misalnya waktu SD punya tempat pensil bergambar robot, video games terbaru, atau sepatu yang ada lampunya, waktu SMP nilai-nilainya bagus, waktu SMA bisa hidup mandiri jadi anak kos, waktu kuliah bisa bergaul punya banyak temen, dan seterusnya dan seterusnya.

Tapi seiring bertambahnya usia, hal-hal atau ukuran-ukuran yang membuat kadar kepercayaan diri meningkat ini rasanya semakin langka. Masalah fisik dan penampilan, terakhir kali saya ngaca sih ga bisa terlalu diharapkan untuk mendongkrak rasa percaya diri. Bukannya minder, tapi tau diri. Saya sudah sampe tahap dilematis apakah saya harus bersusah-susah fitnes dan diet supaya berat badan ideal ato kagok gendutin aja dikit lagi jadi makin huggable kaya Baymax..

Jadi salah satu hal yang menurut saya bisa menjadi sumber rasa percaya diri dan modal mendapatkan pacar adalah kemapanan. Saya harus bisa punya satu sumber penghasilan yang stabil, saya harus punya perencanaan keuangan. Tidak harus dalam jumlah besar, tapi yang penting dirasa cukup, yah biar ga malu-maluin sebagai seorang laki-laki. Hal ini memang nampaknya merupakan jawaban yang paling umum dipakai banyak orang dan juga merupakan salah satu jawaban andalan saya buat pertanyaan di atas.

 

Kutipan 2 :
Si Bungsu meneguk tehnya. “Dilepehin sama perempuan itu selalu lebih sakit daripada ditolak kerja.”
“Kok, bisa?”
“Kalau kita ditolak kerja, kita mikir bahwa pendidikan kita gak cukup baik untuk perusahaan itu. Atau kualifikasi kita gak cukup untuk perusahaan itu. Hanya satu aspek dari kita yang gak cukup bagus. Pendidikan. Lainnya, kita masih bisa bangga pada diri kita.”
“Dan?”
“Ketika ditolak seseorang, itu pusing. Soalnya orang cari jodoh kan ngeliat the whole package. Agamanya, kelakuannya, values yang dipegang, pendidikannya, materilnya. Ketika ditolak, yang terasa adalah this whole package….” Si Bungsu melingkari badan dan kepala dengan tangan. “Gak cukup.”

 

Alasan kedua adalah perasaan takut ditolak. Jujur, pengalaman saya di bidang percintaan emang ga bisa dibilang gemilang. Rasanya lebih banyak gagalnya dibanding berhasilnya, hoho.. Disaat temen-temen saya pacaran lalu menikah, ato pacaran lalu putus lalu pacaran lagi lalu putus lagi dan seterusnya, saya dari dulu gini-gini aja. Pengalaman pahit demi pengalaman pahit mengajarkan saya untuk sangat berhati-hati dengan hati. Kadang-kadang rasanya mau mencoba saja enggan, menunda-nunda sampai akhirnya kesempatan di depan mata malah terlewat. Saya benci diri saya kalo sudah mulai lupa dimana menaruh keberanian saya.

 

Kutipan 3 :
“Kata Bapak saya… dan dia dapat ini dari orang lain. Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid. Yang sama-sama kuat. Bukan yang saling ngisi kelemahan, Yu.”
“….”
“Karena untuk menjadi kuat, adalah tanggung jawab masing-masing orang. Bukan tanggung jawab orang lain.”
“….”
“Tiga dikurang tiga berapa, Yu ?”
“Nol.”
“Nah. Misal, saya gak kuat agamanya. Lantas saya cari pacar yang kuat agamanya. Pernikahan kami akan habis waktunya dengan si kuat melengkapi yang lemah.”
“….”
“Padahal setiap orang sebenernya wajib menguatkan agama. Terlepas dari siapapun jodohnya.”
“….”
“Tiga dikali tiga berapa, Yu ?”
Ayu mengangguk mengerti. Find someone complimentary, not supplementary.

 

Alasan ketiga adalah pilihan yang pas. Saya ga bermaksud untuk muluk-muluk mencari sosok perempuan yang sempurna. Saya hanya mencari seorang perempuan yang layak untuk diperjuangkan, yang bisa menjadi pendamping, berjalan di sisi saya secara beriringan, bukan di depan menarik-narik, bukan di belakang mendorong-dorong, bukan di bawah mengangkat-angkat, atau malah di atas menginjak-injak.

 

Kutipan 4 :
“Apa yang bikin jadi suami itu berat?” Ayu bersila dan mencondongkan badannya ke depan.
Cakra tahu dia meminta penjelasan. Cakra membetulkan sikap duduknya dan bersila menghadap Ayu. “Ketika seorang laki-laki dan perempuan menikah, laki-laki itu meminta banyak dari perempuan.
Saya pilih kamu.
Tolong pilih saya, untuk menghabiskan sisa hidup kamu. Dan saya akan menghabiskan sisa hidup saya bersama kamu.
Percayakan hidup kamu pada saya. Dan saya penuhi tugas saya padamu, nafkah lahir dan batin.
Pindahkan baktimu.Tidak lagi baktimu kepada orangtuamu. Baktimu sekarang pada saya.
Itu, tiga perkara yang pria minta dari perempuan.”
“….”
“Banyak laki-laki yang saat menikah tidak tahu bahwa mereka meminta ini. Banyak juga laki-laki yang bahkan kemudian hari, mencederai tiga hal ini.”

 

Alasan keempat adalah kesiapan, kematangan, kedewasaan. Hal ini memang sulit sekali diukur, dan kadang kita ga bisa tau yang kita punya sudah cukup atau belum. Berapapun usia kita saya rasa keraguan akan hal ini akan selalu ada.

 

Kalo dipikir-pikir, alasan-alasan di atas itu memang kombinasi yang menyeramkan. Mungkin bukan cuma saya aja, tapi juga banyak dialami jomblo-jomblo yang lain. Tapi minimal, ketika kita tahu dan menyadari hal ini, kita bisa berpikir, kita bisa merenung, mencari cara untuk berubah, untuk memperbaiki diri, untuk bersiap-siap, dan untuk berani berharap..

Tepat hari ini, tahun depan, saya berumur 30 tahun. Semoga saat itu saya bisa meniup lilin bersama orang yang saya cintai..

 

Now Playing..

 

-On-

Categories: Uncategorized | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.