Jujur saya baru tahu ada satu kota di luar Bangkok bernama Ayutthaya, waktu saya lagi baca, browsing dan kumpulin informasi tentang Bangkok sebelum saya pergi. Seketika saya langsung tertarik. Ayutthaya ini sebenarnya bisa dibilang tujuan wisata yang kurang populer, kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Bangkok lebih memilih untuk melipir ke Pattaya. Saya perlu membujuk temen-temen yang lain untuk mau menghabiskan satu hari di kota ini, dan berkat foto-foto keren dari google, saya berhasil, hoho..
Kenapa saya tertarik untuk pergi ke Ayutthaya ? Karena di kota ini terdapat banyak reruntuhan kuil, candi, dan istana raja Thailand. Kota ini masuk dalam UNESCO World Heritage Site. Ada banyak sekali cerita, sejarah dan budaya di balik reruntuhan itu. Jiwa berpetualang saya langsung tergoda. Apalagi sejak dari dulu saya juga bercita-cita untuk mengunjungi Angkor Wat di Siem Reap, Kamboja. Ada satu kemiripan di kedua tempat ini. Belum dapet kesempatan ke Kamboja, ya udah deh ini dulu gapapa..
Sedikit bercerita ya, Ayutthaya ini adalah Ibukota Kerajaan Siam pada masa lalu. Karena letak nya strategis, dikelilingi oleh 3 sungai, kota ini menjadi jalur penting perdagangan, bahkan bisa disebut sebagai pusat perdagangan asia pada saat itu. Ayutthaya pernah menjadi salah satu kota terbesar di dunia pada masa kejayaannya.
Sayangnya, Ayutthaya tidak bisa bertahan terhadap serangan dan invasi dari tetangga nya, Kerajaan Burma. Akibat satu pertempuran besar, Ayutthaya hampir rata dengan tanah. Tanpa ampun, para tentara Burma menghancurkan dan membakar bangunan-bangunan, merampas harta dan emas, serta merusak karya seni dan perpustakaan yang dimiliki Ayutthaya. Kota ini ditinggalkan dalam keadaan hancur. Hanya reruntuhan ini lah yang tersisa sekarang. Dengan hancurnya kota ini, kerajaan Siam memindahkan ibukota nya ke daerah Bangkok, dan berkembang sampai seperti sekarang ini.
Satu lagi fakta yang menarik, nama “Ayutthaya” ini diambil dari kata “Ayodhya”, nama sebuah kerajaan yang dipimpin Rama dalam legenda “Ramayana”. Dari kata inilah juga, nama “Yogyakarta” berasal.
Kota Ayutthaya ini, terletak di sebelah utara Bangkok, kira-kira 80 km. Dari Bangkok, bisa dicapai dengan kurang lebih 2-3 jam, bisa naik kereta api, bus umum, atau minibus (semacam travel). Demi kemudahan dan kepraktisan, kami memutuskan untuk ikut dalam paket tour yang banyak disediakan oleh travel agent lokal di Bangkok.
Masih ingat postingan hari pertama kami di Bangkok ? Mari kita balik sejenak ke hari itu. Siang itu kami kebingungan, sedikit panik, dan bisa dibilang terburu-buru dalam memesan paket tour untuk ke Ayutthaya. Dan karena kecerobohan kami hari itu, dengan bodohnya kami kena tipu dan acara ke Ayutthaya ini jadi berantakan. Gapapa lah, kadang-kadang kerjadia-kejadian macam ini yang bikin traveling itu seru =P
Paket tour yang umumnya ditawarkan adalah paket yang tidak privat, artinya anggota tour yang ikut tidak hanya berasal dari satu rombongan, tapi bercampur. Kami merasa agak kurang nyaman, biasa nya tour semacam ini jadwal nya terlalu mengikat, dan kami sebenarnya ingin jadwal yang fleksibel dan bebas. Kalau ada tempat yang kurang menarik ya kami skip, tanpa harus menunggu anggota lain. Kalau ada satu tempat yang menarik bagi kami, kami ingin berada di sana sampai puas (puas foto-foto, maklum semua banci tampil) tanpa harus diburu-buru anggota lain. Meskipun rute sudah ditentukan di awal, kami ingin pulang-pergi nya bisa sesuka kami yang atur.
Jika pergi satu dua orang, atau dengan rombongan yang kecil, okelah kita ikut bergabung dengan tour yang sudah ditentukan. Tapi karena kali ini kami ber delapan, termasuk rombongan yang agak besar, kami ingin memilih tour yang privat, yang hanya berisi rombongan kami. Sempet juga kepikir untuk sekedar sewa mobil, ga perlu ikut tour, tapi dari yang saya baca, ada beberapa tempat yang memang butuh penjelasan tourguide.
Beberapa travel agent yang kami datangi siang itu, rata-rata tidak bisa menyediakan tour yang privat. Ada yang bisa, tapi kasi harga nya tinggi banget, beda nya terlalu jauh sama yang ga privat. Kami kebingungan karena kami belum bisa ketemu travel agent yang enak untuk diajak bernegosiasi, sedangkan waktu kami makin mepet.
Mampirlah kami ke satu kios travel agent, yang menyambut kami adalah seorang ibu-ibu bernama Poona. Orang nya cukup ramah dan informatif. Lalu dia bilang dengan lembutnya “kalian uda muter-muter kan ? saya tau kok, harga nya juga pasti dimana-mana mirip-mirip, udahlah sama saya aja, nanti saya bantuin, saya turutin apa aja maunya”, bujuk rayu nya kurang lebih begitu. Awalnya dia tetep kasih harga tour privat yang tinggi, alasan dia, yang mahal itu jasa tour guide nya. Setelah dia telpon sana sini, tiba-tiba dia kasih harga murah, jauh lebih murah daripada harga yang pertama dia tawarkan, hanya lebih mahal sedikit daripada harga tour ga privat yang banyak ditawarkan sebelumnya. Saya sempet curiga, dan setelahnya saya nanya macem-macem, sekedar untuk konfirmasi dengan harga segitu yang saya dapet apa aja, saya takut nantinya dilicikin atau tiba-tiba ditagih tambahan-tambahan di belakang. Dia mulai agak jutek. Karena udah makin kepepet, akhirnya kami setuju, deal. Begitu kuitansi udah dibuat, uang udah dibayarkan, dia baru ngomong “oiya, tour guide nya nanti nunggu di lokasi, orang lokal sana”. Feeling ga enak nih..
Kembali lagi ke hari ketiga kami di Bangkok, menurut jadwal, sopir menjemput kami di hotel jam 8 pagi. Dan kami dengan suksesnya bangun kesiangan. Saya baru aja melek pas ada telp dari resepsionis memberi tahu kedatangan si sopir. Ternyata yang laen juga sama aja, belom pada siap. Dasar orang Indonesia, kalo ga jam karet ga enak. Saya langsung menuju lobby, temuin si sopir, kabarin kalo kami rada telat. Si sopir pasang muka jutek, terpaksa saya ajak damai dengan beberapa lembar baht, saya suruh dia cari sarapan dulu sambil menunggu kami.
Setelah itu kami santai2 aja, bahkan sempet sarapan dulu. Sekitar jam 9 an lebih baru jalan. Si sopir kelihatan bete, kaya mao marah tapi ditahan, terus kelihatan agak panik juga, dia bilang dia uda ditelp terus sama perusahaan nya, dan ditanya-tanya terus kenapa belom jalan. Saya bilang ke dia, ini kan ambil tour privat jadi harusnya nyantai donk, kami mao berangkat sedikit telat pun harus nya ga masalah. Si sopir diem aja ga bisa jawab.
Perjalanan ga begitu kerasa, sebagian juga tidur lagi karena masi ngantuk, pemandangan sepanjang jalan ga begitu jauh sama pemandangan jalan antar kota di Indonesia. Ketika mulai memasuki kota Ayutthaya, mobil tiba-tiba berhenti di pinggir jalan, pas di belakang sebuah mobil van, kelihatan nya mobil itu memang menunggu mobil kami. Seseorang bapak-bapak turun, lalu menghampiri sopir, bicara apa ga jelas. Ketika pintu mobil itu terbuka, saya bisa melihat banyak bule di dalemnya, pasti turis, mereka pasang muka bete, saya makin yakin mereka lagi nungguin kami, dan mereka kayanya nunggu cukup lama. Mulai cium bau-bau ga beres ini..
Kami tiba di lokasi pertama, tentunya barengan sama mobil van tadi. Di tempat parkir, kami dikumpulkan bersama rombongan bule di van satunya lagi. Bapak-bapak yang tadi diliat ternyata adalah seorang tour guide. Dia dengan lembut dan ramah meminta maaf pada rombongan bule atas keterlambatan dan beralasan ada kesalahan teknis. Lalu giliran bicara ke rombongan kami, dia bicara dengan agak datar dan dingin, antara niat ga niat.
Si Tour Guide memberikan penjelasan tentang objek yang akan kami kunjungi, dia berbicara dengan sangat cepat dan ga jelas, kata-katanya seperti uda hafalan dan dia sendiri sampe uda malas mengulang-ulang terus. Sial, apes bener dapet tour guide ky gini. Setelah itu dia membiarkan kami untuk bebas berjalan-jalan di area itu, dengan tegas dia kasih tau batas waktunya, sekian menit harus berkumpul kembali, kalo ga akan ditinggal. Kami masih agak kebingungan, bukan nya dia harusnya nganter kami berkeliling ? Tapi ya sudahlah, kami uda ga sabar untuk foto-foto. Eh ternyata, dari kejauhan saya melihat, si tour guide itu setia menemani rombongan para bule, beuh..
Yak, kami ditipu. Pantesan si Poona kasih harga murah, ternyata ini dia trik nya. Kami seolah-olah nebeng ke rombongan tour lain, jadi ga jelas gini nasibnya, luntang lantung, judul tour privat pun juga boong-boongan akal-akalan doank, tau gitu mendingan ambil tour bareng aja tapi ga dibeda-bedain ama tour guide nya. Kampretooss..
(tulisan ini kelarnya lama banget, karena saya masih suka dongkol kalo inget-inget ini, hoho)
Oke sebelumnya mohon maap, kalo tulisan saya berikutnya kurang komplit info nya ato kurang akurat. Berhubung tour guide yang diandalkan rada-rada tidak berguna, ditambah rasa dongkol dikibulin, perjalanan yang harusnya seru jadi agak berantakan. Yang akan saya tulis berikutnya itu cuma yang seinget nya saya. Dan yang paling saya inget dari Ayutthaya adalah..
Ayutthaya itu panas nya amit-amit.. =P
Beneran d, kalo kalian ada rencana berkunjung ke sini, kalian kudu bener-bener siap ngadepin panasnya..
Tempat yang pertama kami kunjungi tadi bernama Wat Yai Chai Mongkhon, berupa reruntuhan kuil yang kerusakan nya ga terlalu parah dan masih terawat baik sampai saat ini. Di sini banyak patung Buddha yang dibalut kain warna kuning. Ada juga patung Buddha yang lagi tiduran dan pagoda yang sangat besar. Bangunan utama nya cukup besar dan tinggi, pengunjung bisa menaiki anak tangga sampai ke atas dan menikmati pemandangan dari sana.
Tempat kedua, bernama Wat Mahathat. Di sini reruntuhan nya rusak parah, tapi entah kenapa malah jadi berkesan artistik, hoho. Di sini juga terdapat trademark nya Ayutthaya, salah satu objek yang paling terkenal dari Ayutthaya , yaitu patung kepala Buddha yang kejepit akar pohon. Akar pohon itu masih terus tumbuh, suatu saat patung itu bakal tertutup sepenuhnya. Sayang pas mao foto ga bisa terlalu deket, ada pembatasnya. Sayang, ketika kami belom puas foto-foto kami uda dipanggil dipaksa pindah, dongkol..
Tempat ketiga, kami mengunjungi patung Buddha tiduran yang ukuran nya sangat besar, saya lupa namanya, mulai ga fokus ama guide nya. Ketika kami kesana patung Buddha ini seperti biasa-biasa saja, tidak ada unik nya. Dari foto yang ditunjukin tour guide baru ketahuan kalo ternyata, patung ini sebenernya berada di semacam kolam atau danau kecil, dari kejauhan seolah Buddha sedang tertidur di atas air, di foto si keren, nyatanya ketika kami kesana lokasi nya sedang kering.
Setelah break makan siang, kami melanjutkan ke tempat ke empat, maapkan lagi-lagi saya lupa namanya. Memasuki area tersebut, kami disambut dengan banyak sekali patung ayam jago dan rata-rata berukuran besar dengan berbagai hiasan yang mencolok. Patung tersebut melambangkan kejayaan sang raja yang juga terkenal karena punya hobi adu ayam. Raja yang mana saya lupa, lagi-lagi karena kurang merhatiin guide nya dan uda terlanjur kesel. Ternyata bangunan utama di area ini hanya berupa satu gedung monumen besar di tengah lapangan. Cat nya putih kusam. Bentuknya agak unik, bersusun-susun mengerucut, katanya terpengaruh arsitektur kerajaan-kerajaan tetangganya walaupun masih berbau-bau kuil Thailand. Mitos nya, apabila pengunjung mengelilingi bangunan ini searah jarum jam di setiap susun nya sampai ke paling atas, maka akan mendapatkan keberuntungan. Berhubung cuaca sangat panas, dan bentuk bangunan yang kurang photogenic, kami malas. Kami pun memutuskan untuk kembali ke mobil, ngadem di AC, dan dengan bete menunggu rombongan yang lain nya selesai.
Kata orang, dalam setiap kemalangan apapun, selalu aja ada hal positif yang dapat kita ambil. Saya setuju. Nah, pada saat kemalangan kami di Ayutthaya ini, ada satu berkah yang saya terima, hoho. Saya jadi dapet kesempatan untuk mencicipi Ice Thai Coffee yang enak banget..
Saya bisa dibilang penggemar kopi dan selalu ingin coba citarasa kopi di tempat-tempat saya traveling. Bener-bener ga nyangka es kopi yang saya beli di pinggir jalan dan saya cicipi waktu itu bisa masuk ke dalam all time best !
Ketika yang laen menunggu duduk manis dan berteduh di dalam mobil, saya iseng-iseng berjalan di sekitar parkiran. Ga sengaja saya melihat satu gerobak, kelihatan nya si jual minuman, kebetulan karena saat itu lagi panas-panas nya, saya tertarik buat beli minuman dingin. Setelah didekati, ternyata gerobak itu ga hanya jual minuman kemasan, ada sesuatu yang mengepul-ngepul membuat saya penasaran, setelah dilihat lagi pun penampakan nya agak “aneh”. Saya bisa tahu bahwa di gerobak itu si penjual bisa meracik langsung minuman pesanan pembeli.
Penjual nya seorang ibu tua, dengan bahasa tarzan “aa ii uu” saya mencoba memesan segelas es kopi. Dengan cekatan ia mencampur ini itu, sambil cuek walaupun saya di dekatnya lagi melongo terkagum-kagum, iya saya tertarik sekali dengan tontonan saat itu, ga kalah menarik dengan gaya para barista di gerai kopi modern dengan peralatan canggihnya. Kira-kira seperti ini langkah-langkahnya :
- Tuangkan susu kental manis kira-kira 2 sendok makan penuh ke dalam satu gelas kopi kecil, susu kental manis tersebut akan memenuhi kira-kira sepertiga gelas nya. Sempet heran lihat nya, takut kemanisan, tapi ternyata engga sama sekali.
- Seduh kopi hitam bubuk dengan air panas yang mendidih (ada tungku khusus di dalam gerobak, yang tadi saya bilang mengepul-ngepul). Lalu kopi tersebut dimasukan ke suatu alat semacam saringan, dan didiamkan sebentar.
- Campurkan kopi yang sudah dimasak tadi dengan susu kental manis di gelas kecil, lalu aduk sampe pegel (si ibu ni ngaduk semangat banget, cepet, mantep, tapi si isi gelas ga tumpah-tumpah). Di sini kita bisa mulai lihat perubahan warna dari hitam pekat menjadi agak coklat menggoda.
- Siapkan satu gelas yang penuh berisi es. Uniknya es yang disajikan berupa potongan-potongan kecil seperti remukan, ini juga menambah sensasi kenikmatan saat minum es kopi ini.
- Tuangkan kopi di gelas kecil ke gelas penyajian yang sudah dipenuhi es, kurang lebih akan memenuhi tiga perempat bagian nya. Terakhir, untuk memenuhi gelas, tuangkan susu putih cair. Warna berubah lagi jadi coklat lebih muda.
Seperti apa rasanya ? Surgawii..
Ga seperti cappuccino atau latte yang biasanya didominasi rasa manis susu, es kopi ini tetap menyuguhkan rasa kopi yang nendang. Di balik kesederhanaan nya, ada kekentalan kopi yang khas dan pas, serta campuran rasa pahit manis yang sempurna. Remukan-remukan es nya menambah kesegaran dan kenikmatan hingga tetes terakhir, beuh..
Kalo kalian ke Thai kalian harus coba ya..
Saya ga menemukan gerobak yang sama di Bangkok, harus nya si ada, di Pattaya saya ketemu lagi, tapi ga senikmat yang pertama, mungkin terbawa keadaan juga kali ya, hoho
Tempat terakhir yang kami kunjungi hari itu adalah sebuah reruntuhan lain. Tentu saja saya lupa namanya. Bentuknya mirip dengan yang di Wat Mahathat tapi komplek nya lebih luas. Di bagian depan komplek area itu juga ada semacam atraksi gajah. Pengunjung bisa berfoto bersama atau berinteraksi, pada saat itu entah kenapa bagian itu penuh sekali, antrian nya panjang. Dengan mood yang uda sedikit membaik, kami pun akhirnya bisa kembali menikmati dan bergaya foto-foto sampe puas.
Overall, kami sedikit kecewa dengan perjalanan kami ke Ayutthaya, bukan karena tempatnya jelek, tapi karena kami kurang cermat dalam mengatur perjalanan. Biarlah ini menjadi pengalaman. Saya pribadi sih masih menyimpan sedikit penasaran dan berharap nanti suatu saat bisa balik lagi ke Ayutthaya dan bisa lebih menikmati, hoho, dan pastinya yang harus dilakukan nanti adalah beli es kopi di pinggir jalan lagi .. =P
Bersambung..
-On-