Monthly Archives: June 2012

fun riding to dieng plateau

Kali ini saya akan berceloteh salah satu hobi masih sedikit berhubungan dengan traveling yaitu touring menggunakan kendaraan roda dua alias sepeda motor. Tujuan touring saya kali ini adalah dr cilacap-dataran tinggi dieng. Kita akan mengadakan touring pada hari minggu bersama 4 orang  teman.

Pada hari minggu saya terbangun oleh alarm dari jam yang sengaja saya set pukul 5 pagi karena kita janji bertemu pukul 5.30. karena bangun  dengan terkaget2 sya berusaha mengumpulkan nyawa yg terkumpul dan leyeh2 bentar sampe akirnya kebablasan santai2nya.  Akirnya sambil sedikit ngebut dikit sambil selap selip kendaraan dan tikang tikung *lebaiii * masih pagi dan sepi, saya akirnya sampai ke tempat meeting point yang dtentukan dannnnnn temen2 touring belon ada yg datang sama sekalii. Kesempatan menunggu itu sya sempatkan utk sarapan roti coklat dan susu.

Tercatat pukul 6  tepat kita start, melalui jalur adipala.adireja, lalu belok ke kanan via banyumas, perjalanan cukup santai dengan kecepatan rata rata 50kpj  dan sedikit nyasar salah jalan. Kami pun sampai di banjarnegara pukul 8 pagi dimana kita memutuskan untuk break utk beristirahat sejenak dan membahas jalur yang sangat mengasyikan kerena jalur yg relative sepi dipagi hari  dan jalan yg mulus, kita disuguhi pemandangan sawah yg menghijau dan perbukitan yg teduh sehingga menyejukan mata.

Saya sudah mulai bisa menyatu “satu hati” dgn si ijo 250 ini karena uda berkali2 turing brng si ijo. Si ijo 250 ini emang bisa diandalkan.. selap-selip tipis antara dua mobil,overtaking bus pun enteng bgt. Yahh pokoknya memuaskan lahh si ijo ini, atoo bhasa kerennya dpt diandalkan dlm segala situasi

Memasuki raya banjarnegara kita sempat bertemu jalan rusak dan traffic yg padat karena perbaikan jalan. Jalur ini agak boring karena jalannya lurussss seolah tiada habis ttp agak tertolong karena jalur nya relative mulus. Akhirnya kita sampai ke kota wonosobo yg terkenal sebagai pintu gerbang dari dataran tinggi dieng. Kota wonosobo relative sejuk dan ramai karena merupakan salah satu kota persinggahan yg dilintasi jalan raya provinsi.

Setelah berhenti sejenak untuk makan siang kita melanjutkan perjalanan menuju dieng yg terletak 26 km dari kota wonosobo. Rute dari wonosobo-dieng sangat lah mengasyikan dikarenakan jalan yg mulus dan juga tikungan2 yg sangat menantang. Sepanjang jln kita diperlihatkan pemandangan pegunungan yg sangat lah indah. karena rute yg mengasyikan, akirnya sya lupa daratan… , jadi dgn mengandalkan tubuh sintal si ijo, segala manuver sya coba mulai  dari late braking… rebah kanan … rebah kiri… si ijo nurutt bgt  diajak manuver apapun .

Ketinggian rata-rata dieng adalah sekitar 2.000m di atas permukaan laut, yg berakibat suhu yg sangat lah dingin sekitar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas (“embun racun”) karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian. Untunglah saya memakai jacket yg windproof  dan juga memakai sarung tangan ketika touring. Itupun sya masih harus menahan dingin hembusan angin di pegunungan dieng tersebut.

Banyak obyek wisata yang bisa kita lihat di sekitar daerah ini. Kearifan lokal masyarakat setempat dan budaya Kejawen yang masih kental tampak sangat terasa saat kita berkunjung.
saya hanya sempat berkunjung ke telaga warna dan kawah sikidang. Telaga Warna adalah sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung yg  dikarenakan oleh  ganggang air yg hidup ditelaga tersebut. Lalu kawah Sikidang: Kidang dalam bahasa Jawa berarti Kijang. Kawah ini masih aktif mengeluarkan semburan lava panas dan gas. Gelembung-gelembung yang muncul di dalam kawah tampak berpindah-pindah atau lompat seperti Kijang. Bau belerang yang sangat menyengat, membuat beberapa pengunjung menggunakan masker kain agar pernafasan mereka tidak tertanggu.
Daerah yang terkenal dengan legenda ‘anak rambut gembel’ ini tidak hanya menawarkan pemandangan alam yang luar biasa, namun juga makanan khas daerah setempat yang belum tentu bisa ditemukan di tempat lain. Mie Ongklok, Purwaceng dan mkanan olahan kentang adalah beberapa kuliner yang bisa dinikmati di Dieng. Kentang Dieng pun terkenal enak dan renyah dan ada juga kentang yg berwarna merah yg merupakan kentang khas dari dieng.

This slideshow requires JavaScript.

Categories: travelling | 1 Comment

secuil tulisan sentimentil

Saya duduk di sebuah kursi kayu. Di meja di depan saya, satu kaleng Singha dingin. Saat itu, siang menjelang ke sore. Tempat itu kosong, masih sepi, padahal hampir setiap malam tempat itu menjadi salah satu bar yang paling padat pengunjung di pulau itu. Yang ada hanya saya dan 2 orang sahabat, duduk di teras Carlito’s Bar yang langsung menyambung ke pantai, berhadap-hadapan dengan laut.

Kami sejenak terdiam, terbuai oleh pemandangan yang tersaji dari balik meja. Keindahan alam yang begitu luar biasa, karya agung Sang Pencipta. Matahari bersinar cerah, menerangi dengan sempurna langit biru yang berawan seputih kapas , hamparan pasir putih bersih, laut biru kehijauan yang sangat jernih, dan gugusan bukit karang yang berdiri kokoh di kejauhan. Angin berdesir santai, deburan ombak bersautan merdu, salah satu perahu tradisional Thailand yang tertambat tidak jauh dari kami bergoyang pelan.

Pernahkah kamu merasa, kamu hanya berdiam tetapi mampu menikmati setiap detik yang berdetak, dan kamu berharap waktu itu bisa sejenak ikut berhenti, tidak bergegas berlalu ?

Pernahkah kamu merasa, kamu seolah hilang ingatan, kamu tidak peduli tentang apapun yang telah terjadi di masa lalu, pikiran kamu tiba-tiba kosong, seluruh beban yang mengendap di kepala menguap menghilang, kamu tidak peduli apapun apapun yang akan terjadi di masa depan, yang kamu pedulikan hanya yang saat ini sedang kamu rasakan ?

Yang saya rasakan saat itu adalah ketenangan, kedamaian, dan dorongan yang sangat kuat untuk mensyukuri setiap helai nafas yang terhembus.

Dan dalam keheningan itu, saya sempat membisikkan nama nya. Dia yang diharapkan. Dia yang gelak tawanya menjadi candu dan senyum jahil nya selalu menghantui. Dia yang sempat mengisi celah di hati namun pada akhirnya malah membuatnya patah. Dia yang begitu sulit untuk dilepaskan dan hampir mustahil untuk dilupakan. Dia yang berada begitu dekat tapi terasa begitu jauh.

Saya hanya bisa tersenyum, lamunan singkat saya di sebuah bar di pingiran pulau kecil ini telah membuat saya tersadar. Saya harus bisa melanjutkan langkah saya. Terucap doa untuk nya, apapun yang terjadi saya ingin dia bisa selalu bahagia. Biarlah pulau Phi Phi ini menjadi saksi..

-On-

Categories: travelling | Leave a comment

HCMC, Perjalanan Penuh Tawa, Part 5

Di sebagian besar perjalanan pulang dari VungTau kami tertidur. Kami kecapekan setelah tadi harus mendaki bukit. Tapi tetep ada aja kejadian konyol. Di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba si sopir meminggirkan mobil. Ia keluar tanpa berbicara apa-apa. Kami pun kebingungan. Ga beberapa lama kemudian dia dateng lagi, bawa bungkusan, lalu jalan lagi, tetep lempeng ga ngomong apa-apa. Sesaat setelah itu, dia dengan lancang nya membuka bungkusan tadi.. beuh.. ternyata.. bungkusan itu isi nya bapau saudara-saudara.. mana masih panas, mengepul dan bau nya menyebar ke seluruh penjuru mobil. Bisa dibayangin kan, sore-sore, kelaperan, kecapekan plus bosen di dalem mobil, dikasi bau makanan langsung berasa kaya zombie dikasi cium bau darah, jadi gelisah, ga boleh tinggal diam ini =p

Ternyata di sepanjang jalan banyak kios-kios kecil penjual bapau. Mungkin mirip kaya kalo kalian jalan-jalan ke Brebes terus liat di sepanjang jalan banyak kios jual telor asin =p Kami pun jadi semakin penasaran. Yang paling rusuh si bom. Kalo Bruce Banner lagi emosi bisa berubah jadi Hulk, Bom juga bisa berubah begitu, kalo lagi laper dia bisa berubah jadi bocah umur 5 tahun, rewel-rewel merengek manja ke istrinya minta makan ga sabar =p Masing-masing mulai saling tunjuk suruh ngomong ke sopir. Bukan apa-apa, ngomong ke sopir tu kombinasi antara bingung karena ga ngerti, males karena ga nyambung, dan jengkel karena dia manyun mulu. Akhirnya, Bom sendiri yang maju sebagai pahlawan, dengan gagah berani dia akting kebelet pipis di depan sopir, berharap dia cari tempat berhenti yang deket kios bapau. Puji Tuhan saudara-saudara.. dia berhasil.. Kami pun berhenti di sebuah rest area dan kesampaian buat mencicipi bapau tersebut. Kata yang laen si enak, saya terpaksa batal mencicip karena di dalam bapau tersebut ada telor nya, saya ga doyan telor =(

Sesampainya di hotel, kami memutuskan untuk istirahat sejenak dan mandi-mandi. Setelah itu kami berencana untuk menjelajahi HCMC berjalan kaki, sekedar foto-foto di landmark kota, kuliner, dan belanja-belenji. Para wanita siap kembaran dengan kostum iPho yang kemaren dibeli penuh dengan perjuangan. Sayangnya, para pria ga jadi kembaran, baju saya sama bom kekecilan, padahal itu uda ukuran paling gede =p

Biasanya dari hotel kami berjalan ke arah kanan, menuju Ben Than Market dan sekitarnya. Kemarin malam, waktu pulang dari Katedral pun melalui jalan sekitar situ. Malam ini, kami berjalan ke arah kiri hotel, menyusuri bagian kota yang lain. Walaupun tidak serapi dan sebersih Singapura, HCMC cukup asik dinikmati sambil berjalan kaki. Pembagian distrik dan blok-blok di dalam kotanya teratur sehingga cukup “mudah” dijelajahi. Banyak terdapat hal-hal yang menarik seperti misalnya bangunan-bangunan tua peninggalan penjajahan Perancis. Tujuan kami yg pertama adalah mencari makan malam =p

Kami masuk ke sebuah pusat perbelanjaan yang bernama Vcom Center. Bangunan itu tidak terlalu besar, masih “kalah” lah dengan mall-mall di Jakarta. Kami sempat melihat-lihat sebentar dan mengecek harga, ternyata harga di HCMC tidak lebih murah daripada di Indonesia, bahkan beberapa lebih mahal. Para wanita kecewa, para pria bersyukur =p Kami memasuki bangunan ini karena dari luar kami melihat papan nama restoran “Wrap & Roll”, salah satu resto yg banyak direkomendasikan. Wuih, penasaran nih kaya apa rasa nya..

Salah satu makanan khas Vietnam yang paling terkenal adalah spring roll, saudara jauh nya lumpia. Saya sih emang dari dulu doyan banget sama lumpia Semarang. Makanya salah satu misi saya jalan-jalan ke HCMC tu pengen cobain spring roll ini =p Wrap & Roll adalah resto spesialis spring roll. Resto ini punya berbagai macam menu spring roll yang unik dan inovatif, resepnya banyak dimodifikasi, lain daripada yang lain. Kami dengan kalap pun memesan spring roll ini itu banyak banget. Ada satu spring roll yang cara makan nya ribet banget, harus bungkus-bungkus sendiri. Ada satu spring roll yang di dalemnya dikasih saus kacang, bayangin lumpia isinya sate ayam. Ada satu spring roll yang di dalem nya mengandung daun mint, alhasil rasanya kaya ngunyah pasta gigi =p Overall, resto ini not bad. Rasa spring roll nya ga ga enak, tapi juga ga enak banget. Karena Wrap & Roll ini chain resto, suasana dan atmosfer nya standard, harga lumayan mahal tapi worthy buat pengalaman =p

Setelah itu kami melanjutkan petualangan kami menelusuri HCMC berjalan kaki. Kami sempat melewati dan berfoto-foto di beberapa landmark, seperti City Hall, patung Uncle Ho, Opera House, dsb. Ga banyak yang bisa saya ceritain di sini. Kalian harus rasain sendiri sensasi nya. Yang jelas, itu malam terakhir kami di HCMC, dan kami sangat menikmati nya. Berjalan, bercanda, tertawa, berputar-putar tanpa tujuan yang jelas, nyasar, melihat ini itu, keluar masuk toko-toko kecil, memperhatikan kelap-kelip lampu kota dan kendaraan yang lalu lalang. Seolah sedang mencoba meninggalkan sebanyak mungkin jejak-jejak kaki kami di HCMC. Malam itu, seisi kota pun seperti sedang tersenyum ramah kepada kami, berat rasa nya besok harus meninggalkan kota ini..

Tidak terasa, kami sudah berada di dekat hotel kami lagi. Tidak terasa pula, perut kami sudah mulai lapar lagi =p Ga berapa jauh dari hotel kami, ada banyak penjual makanan kaki lima. Mereka berjualan di trotoar, di depan toko-toko yang sudah tutup, uniknya menggunakan kursi-kursi yang sangat pendek sehingga pengunjung seperti harus berjongkok. Di malam-malam sebelumnya, setiap kami melewati penjual-penjual tersebut, kami selalu mencium aroma makanan yang sangat wangi menggoda. Malam ini adalah waktu yang tepat untuk mencicipi. Kami memesan mie kuah, mirip pho tapi kuah nya ga bening, di dalam nya ada irisan daging sapi. Satu porsi nya pake mangkok yang gede banget, mirip baskom. Awalnya kami pesen 2 mangkok, 1 untuk cewe-cewe berlima, 1 lagi untuk cowo-cowo bertiga =p Rasanya ? salah satu makanan yang paling enak yang pernah kami coba di HCMC !

Ketika mie hampir habis, perut hampir kenyang, perhatian saya tiba-tiba teralihkan. Di pojokan, saya melihat seorang gadis, masih sangat muda, mungkin tujuh belasan tahun, lagi duduk manis mainin hp. Believe me ! gadis itu cantiknya keterlaluan ! Saya langsung gelisah. Saya pura-pura beli minum, supaya bisa mendekat. Ternyata si gadis adalah anak si pemilik warung. Saya langsung bahagia ketika cewe-cewe pada pengen nambah, pesen mangkok kedua. Ini artinya saya bisa duduk dan memandangi dia lebih lama. Makin bahagia lagi karena yang nganterin pesanan tambahan ke meja kami ternyata si gadis itu. Harap maklum ya, saya udah 4 tahun jomblo (curcol) =p

Waktu lihat dia tersenyum, saya cuman bisa bengong. Lesu meratap. Di kepala saya langsung dipenuhi kata-kata “seandainya”. Seandainya di Indonesia, gadis ini bisa jadi artis loh saking cantiknya. Seandainya saya masih di HCMC beberapa hari lagi, besok nya pasti saya kesini lagi, mungkin ajak kenalan, mungkin ajak pergi, mungkin jadian, mungkin bisa dibawa pulang ke Indonesia, kasih mama papa oleh-oleh menantu dari HCMC. Seandainya saya bisa bahasa Vietnam, mungkin saat itu juga saya langsung samperin gadis itu dan berkata “Neng, papa kamu … ya, soalnya kamu telah men … kan hatiku”. Seandainya malam itu saya di kamar hotel ga harus bobo bareng Wit, tapi digantiin bobo bareng gadis itu. Seandainya..oh seandainya.. Gadis penjual mie kuah pujaan hati, aku padamu..

Cewe-cewe memutuskan kembali ke hotel untuk packing. Saya, Wit dan Bom masih belum pengen kembali ke kamar. kami memutuskan untuk jalan-jalan lagi. Sekedar cari angin dan cari bir dingin =p Kami mampir di sebuah bar kecil di pinggir jalan. Kami pun memilih meja di bagian paling luar, sehingga tidak terlalu terganggu dengan musik yang agak bising dan masih bisa menikmati pemandangan malam hari HCMC. Dua botol Bir Saigon khas Vietnam, semangkuk kacang, dan tiga orang lelaki, teman baik. Obrolan panjang mengalir menutup malam itu..

Bersambung..

-On-

Categories: ACAP 3 | Leave a comment

Mengintip kemegahan budaya di kota amoy kalimantan

 

Di penghujung desember telepon berdering, owh rupanya salah seorang teman  dari semarang. Suara diseberang terdengar renyah, stlh berbasa basi dia trnyta mengajak sya utk trip ke Pontianak-kuching-singkawang pada bulan februari. Tanpa bnyak pikir lgsng saja saya iyakan ajakannya yg sangat menarik, karena dia mengajak utk melihat cap go meh di singkawang yg terkenal oleh aksi debus yg sangat unik. Berhubung trip kali ini bnyk anggotanya yg sudah paruh baya, akirnya saya ajak teman dekat sya yg paling murahan dalam hal trip yaitu si oon.

Pada hari H, kita janjian di bandara semarang utk flight siang hari. Satu hari sebelumnya sya berkunjung ke kmpng hlmn oon di brebes dan berencana utk naik kereta api ke semarang agar menyingkat waktu dan tenaga. alarm berbunyi pukul 4 subuh karena kereta yg kita ambil adalah kereta pukul 5 pagi. setelah beres2 dan ready utk berangkat, ehhhh si oon mlh bolak balik ritual pagi, minum  teh, sarapan lagi, ritual lagi lalu pada endingnya minum susu dicampur telor arab dan madu mesir biar bdn fit sepanjang hari *lebaii.

Akirnya kita brngkt pukul 4.30 alias setengah jam sblm keberangkatan. dgn asumsi brebes-tegal bisa ditempuh dalam waktu 30 menit dalam keadaan kosong. Ketika kendaraan mulai mengaspal hati terasa agak lega karena jalanan kosong melompongg. Dlm ati gue keburu nih stengah jam ke stasiun. Eh trnyta yg kosong melompong bkn jln utama pantura, jrenggg ketika kita sampai ke pantura, trjadi kemacetan pjng dikarenakan ada perbaikan jalan yg mlm sblmnya masih belum ada perbaikan apapun *proyek ajaib *apes.

Akirnya sang sopir pun berusaha memenuhi deadline kita dengan menggunakan jalan tikus masuk ke perumahan, masuk jalan kampung, hajar polisi tidur, zig-zag, nikung pokoknya ngebut lahhh. Sampe ke stasiunn kita langsung lari-lari tanpa sempat cipika-cipiki ama pak sopir. Setelah terengah engah sambil berlari-lari kecil kita lgsng bertanya ke petugas ticket. Pakk kereta ke semarang jalur berapa? Si petugas dgn santainya menjawab itu bru jalan 5 menit yg lalu.

Serangan panic melanda , perut lsng mules seketika saking panicnya, tdk putus akal kita lgsng menuju ke terminal bus, sesampainya di terminal kita lgsng cari bus yg berangkat detik itu juga. Si petugas berkata, ada mas, tp lg diperbaiki tuh, mesinnya lagi rusak, tunggu sampe beres aja mas.

Ga keburu nihh kalo kita harus menunggu bus selesai diperbaiki. Akirnya pak sopir si oon berbaik hati mengantarkan kita bedua ke semarang. Keanehan belum berhenti disitu, sepanjang jalan sya perhatiin si pak sopir. Kalo mau nyalip mobil ancang-ancangnya jauhhhhh bgt baru berani nyalip dan kalo ngerem itu juga masih jauh uda direm. Ternyta setelah sya tnya si oon nya, emang biasanya si pak sopir selalu pegang truck gede dan baru kali ini pegang mbl kecil. Pantesan ambil ancang2 nya jauh bgt, trnyta feeling tertambat di mobil guedee.

Akirnya setelah perjalanan  yg menguras hati emosi dan jiwa , kita sampai di aiport semarang tepat pada waktunya dan berjumpa dgn peserta yang lainnya. Trip kali ini beranggotakan 4 om-om, 3 tante dan 2 anak muda yg gagah perkasa dan jantan :p.  setelah berkenalan dan berusaha mengakrabkan diri , panggilan flight bergema, ahh waktu utk istirahat si pswt gumam saya. Flight dr semarang akan transit di Jakarta lalu mendarat di Pontianak….

Bersambung….

-wit-

 

Categories: travelling | Leave a comment

pikiran pria dan pikiran wanita

Categories: Non ACAP | Leave a comment

HCMC, Perjalanan Penuh Tawa, Part 4

Hari ketiga, kami berada di HCMC. Hari ini kami terpaksa bangun lebih pagi, kami akan melakukan perjalanan ke Vung Tau yang cukup jauh. Kira-kira jaraknya 130 km dari HCMC. Plus macet kurang lebih bisa ditempuh sekitar 3 jam. Kami menyewa mobil melalui travel agent nya Nhi. Saat kami melakukan  pemesanan, kami sudah request untuk sopir yang bisa merangkap sebagai guide, tentunya yang bisa berbahasa Inggris. Eh, ternyata.. mungkin kami lagi apes, boro-boro jadi guide, sopir yang menjemput kami plonga-plongo ketika diajak ngomong pake bahasa Inggris. Si sopir sama sekali ga ramah, mukanya sedikit manyun, entah lagi ada masalah entah bawaan sejak lahir. Duh, feeling mulai ga enak nih..

Dalam perjalanan, tidak banyak pemandangan yang bisa kami lihat. Sebagian besar melalui jalan tol dan jalan-jalan pinggiran kota, lalu lintas kota yang padat sepeda motor pun perlahan-lahan berganti menjadi mobil-mobil truk besar, mirip jalur pantura. Sopir pun diam seribu bahasa, manyun, entah lagi konsentrasi entah bawaan sejak lahir. Kami ga kehabisan akal mengakali kebosanan ini, kami mengadakan permainan tebak lagu, khusus lagu anak-anak jaman dulu, sekaligus ngetes, dulu masa kecil bahagia ato enggak =p Ah ingatan tentang masa kecil memang indah, lagu-lagu dulu itu kayanya nempel banget. Dari sekian banyak lagu yang kami nyanyikan, sebagian besar bisa ditebak satu sama lain. Bahkan lagu-lagu dari Wit yang kalo nyanyi suka asal dan nadanya sering ketuker-tuker =p Lucunya, cuma lagu-lagu dari Yin yang ga bisa ketebak. Yang tau lagu-lagu itu cuma dia dan adeknya. Saya gatau d, mungkin kurukulum TK ato SD di Garut lain daripada yang lain =p Bisa ada lagu yang seinget saya lirik nya tentang Joni pergi dari desa ke kota dan ganti nama, ada yang tau lagu itu ? Dari Garut ? =p

Sopir sempat berhenti satu kali di rest area. Dari sekian banyak rest area yang ada di pinggir jalan, entah kenapa dia memilih satu yang agak jelek, kotor dan kurang terawat. Kami menumpang ke WC dan membeli minuman. Sopir nunggu di mobil, masih manyun, entah dia lagi capek entah bawaan sejak lahir

Setelah melanjutkan perjalanan kembali, Yin, sempet ketularan suaminya yang panik di terowongan kemarin =p Dia sedikit panik lihat kelakuan sopir yang manyun itu. Dari pertama memang Yin yang paling semangat pengen ke Vung Tau. Dia takut rencana hari itu jadi kacau gara-gara si sopir. Dia memaksa saya berkomunikasi ala tarzan dengan si sopir. Setelah cukup lelah mencoba berkali-kali dan tanpa hasil berarti, saya coba menghubungi Nhi agar dia bisa ngecek dan komunikasi sama sopir. Eh si sopir makin manyun, entah dia tersinggung entah bawaan sejak lahir..

Akhirnya kami tiba di Vung Tau. Vung Tau adalah sebuah kota kecil di selatan HCMC. Kota ini memiliki pantai, oleh karena itu kota ini sering menjadi tempat “pelarian” penduduk HCMC di kala weekend dan liburan. Mirip seperti penduduk jakarta yang sering bikin macet Bandung tiap weekend itu =p Tapi ketika kami kesana, kota itu terlihat sepi. Memang waktu kami ke sana itu hari Senin, ini usul Nhi untuk menghindari keramaian, kami pun menyutujui supaya bisa menikmati lebih puas =p Kesan pertama yang saya dapatkan dari kota ini adalah kota ini belum “jadi” dan sedang berkembang. Pemerintah nya seperti sedang berusaha menjadikan kota ini sebagai tempat wisata yang terkenal. Bisa terlihat dari pembangunan sarana-sarana kota seperti trotoar-trotoar yang lebar, bersih dan rapi, serta taman-taman kota yang tersebar dan indah. Pantai nya tidak bisa dibilang bagus, biasa aja, tapi bersih. Kami juga tidak  melihat adanya hotel atau resort atau café-café yang menarik. Sayang kami ga bisa mengetahui lebih banyak tentang kota ini, mau nanya sopir juga percuma, dia lagi manyun, entah lagi kebelet entah bawaan sejak lahir.

Tempat yang kami kunjungi pertama kali adalah sebuah kuil. Entah kuil apa. Kami seperti anak ilang, celingak celinguk kebingungan, kepanasan. Akhirnya daripada nganggur kita adain sesi pemotretan. Sampe sekarang pun saya gatau kuil apa itu. Agak jengkel juga ama si sopir, tapi biar gimana juga saya berusaha nahan-nahan supaya ga manyun, ntar dia geer nyangka saya ikut-ikutan gaya dia =p

Setelah itu kami makan siang, lagi-lagi pilihan si sopir bikin jengkel, dari sekian banyak resto dia pilih yang entah berantah. Makanan nya standar, harganya lumayan mahal. Udah baik-baik diajak makan, si sopir malah manyun, entah dia ga doyan seafood entah bawaan sejak lahir..

Setelah itu, si sopir membawa kami ke sebuah lokasi, kami sama sekali gatau itu tempat apa. Pas mau masuk pintu gerbang ada loket untuk beli tiket. Sopir seenaknya suruh kita turun dan beli tiket, nah loh, bingung bingung deh. Akhirnya saya dan monik selaku bendahara turun, coba cari tau, celakanya yang jaga loket ibu-ibu yang agak tua yang ga bisa bahasa Inggris juga (tepok jidat). Setelah dialog “aa uu aa uu” agak lama, akhirnya saya nekat beli tiket dan masuk.

Ternyata, kami diantar ke sebuah bangunan kuno yang cukup indah. Bangunan ini bercat putih dan berada di atas bukit sehingga dari situ kita bisa melihat pemandangan pantai dan laut dari ketinggian. Bangunan ini adalah rumah besar dan bertingkat, seperti kastil kecil. Cocok banget nih buat sesi pemotretan ! di pelataran rumah, kami disambut jajaran meriam, dari situ kita menebak pasti rumah ini milik orang penting dan berhubungan dengan militer. Kami terpaksa menebak-nebak karena papan informasi sebagian besar berbahasa Vietnam. Saat saya sedang asik berfoto dekat meriam dengan pose anonoh, tiba-tiba terlihat rombongan yang berisi sepasang pengantin dan beberapa kru foto, mungkin mereka lagi mengadakan foto prewed ! Lalu tiba-tiba, entah ide absurd siapa, kami tiba-tiba dengan gatau malunya minta foto bareng pengantin, LOL, sampe sekarang belon ada yang ngaku siapa pencetus nya, ini tersangka utama kayanya Ika deh =p di dalam rumah, kami menemukan banyak barang-barang dan perabot antik, masih dalam kondisi bagus dan terawat. Cukup menarik tapi nothing special. Yah lumayan deh dapet foto-foto keren =p

Prewed =P

Prewed =P

Belakangan, setelah browsing karena penasaran, saya baru tau kalo bangunan itu ternyata bernama Villa Blanche. Bangunan ini adalah bekas rumah peristirahatan milik seorang Gubernur Perancis (dulu Vietnam dijajah Perancis). Masyarakat sekitar menyebutnya “Bach Dinh” yang berarti white palace. Info selengkapnya silahkan tanya om google =p

Setelah itu, kami meluncur ke tempat yang memang jadi tujuan utama kami ke Vung Tau, patung raksasa Tuhan Yesus yang memiliki tinggi kurang lebih 30 meter. Patung itu berada di puncak sebuah bukit. Ketika kami memarkir mobil, patung itu terlihat kecil sekali. Kami memang harus “mendaki” untuk mencapai lokasi tersebut. Ketika kami “ngeri” melihat ratusan anak tangga yang kliatan ga berujung, si sopir yang biasanya manyun malah nyengir penuh kemenangan, siyal..

Perjalanan menuju puncak memang penuh perjuangan. Itu anak tangga rasanya ga abis-abis, plus matahari gamau kompromi, panas nya minta ampun. Saya yang biasa nya jaim dan tampan setiap saat pun terpaksa harus ikhlas terlihat hina, ngos-ngosan megap-megap mandi kringet =p Butuh waktu yang cukup lama untuk mencapai puncak, baru beberapa langkah berhenti beli minum, baru beberapa langkah berhenti liat-liat toko souvenir, baru beberapa langkah berhenti foto, baru beberapa langkah berhenti istirahat, baru beberapa langkah berhenti ke WC, baru beberapa langkah berhenti minta napas buatan (eh?).

Patung Tuhan Yesus itu terlihat sederhana, berwarna putih polos bersih, tanpa banyak hiasan atau ornamen macem-macem. Dia lagi merentangkan kedua tangan Nya, menghadap ke laut, sedikit menunduk ke bawah. Saya takjub melihat kemegahan yang terpancar dari kesederhanaan tersebut, tidak berlebihan tapi sangat terasa memiliki makna yang begitu mendalam, sebuah perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Yang jelas, saat melihat pertama kali, di isi kepala saya cuma satu, saya ingin mengajak mama papa saya ke sini, mereka pasti seneng..

Patung Yesus tersebut bisa dimasuki pengunjung, bahkan pengunjung bisa naik dan berdiri di atas tangan Nya. Sayang sekali, karena ada peraturan bahwa pengunjung harus berpakaian “sopan”, beberapa dari kami tidak diperbolehkan masuk. Saya sendiri untungnya diperbolehkan masuk. Di lantai dasar, kami bisa melihat berbagai foto-foto pembangunan patung tersebut. Merinding melihat bagaimana umat Kristiani dan masyarakat bekerja sama, gotong royong, bantu membantu dalam pembangunan tersebut. Mereka berbaris di sepanjang bukit, memindahkan bahan-bahan bangunan termasuk bongkahan-bongkahan batu besar, dari tangan ke tangan, salut..

Ternyata perjuangan kami menaiki anak tangga belum selesai. Setelah menaiki ratusan anak tangga untuk mencapai bukit, kami masih harus naik tangga lagi untuk ke bagian atas patung. Kalau dihitung-hitung mungkin sekitar 7 lantai. Karena ukuran patung yang tidak begitu besar, tangga pun dibuat dengan ukuran yang pas-pas an. Termasuk sempit untuk ukuran badan saya. Kemiringan tangga pun lumayan curam. Perjalanan ke atas cukup menegangkan, butuh konsentrasi, fobia ketinggian dan kaki yang sudah capek pun menambah kondisi jadi makin sulit.

Saat sudah tiba di atas, saya hanya bisa terdiam. Bom dan Wit sibuk memfoto pemandangan yang luar biasa. Saya hanya berdiri, memandang sejauh yang saya bisa, dan ditengah tiupan angin yang cukup kencang, saya berusaha “memahami” di mana saya berdiri saat itu. Jelas bukan sekedar di sebuah objek wisata, bukan sekedar di sebuah bangunan tinggi untuk melihat pemandangan, bukan sekedar campuran batu pasir semen yang biasa saya injak. Saya cuma bisa bersyukur saya bisa mendapatkan kesempatan untuk dapat berdiri di sana =)

Bersambung..

-On-

Categories: ACAP 3 | Leave a comment

zumbaa ala acaptrip

Categories: ACAP 4 | Leave a comment

acaptrip bromo

Categories: ACAP 4 | Leave a comment

Blog at WordPress.com.