Monthly Archives: January 2013

Bertamu ke Suzie Wong

Peringatan :

Tulisan yang akan anda baca berikut ini mungkin memuat konten yang hanya sesuai untuk orang dewasa. Bagi yang belum cukup umur dianjurkan untuk tidak mebaca. Kalo masih kekeuh baca yaudah lah ya asal ga ketauan gapapa =P

Setelah seharian lelah berpetualang, kebinguan, keujanan, kekenyangan (uda baca postingan sebelumnya ? =P) kami memutuskan pulang ke hotel. Tapi hari itu petualangan kami belum berhenti. Diawali inisiatif pria-pria mesum (Wit, Bom dan satu orang lg temen nya) kami berencana untuk mengunjungi salah satu Red District yang tersohor di Bangkok (ciee.. “tersohor” bahasa nya).

Kami sengaja mengajak para wanita ikut menemani, karena kami takut *loh? Maksudnya takut kalau ga ada yang jagain nanti bisa keterusan “iseng” =P

Sebelum nya saya mau kasih info dulu mengenai Red District di Bangkok. Karena saya anak baik-baik maka dari sebelum pergi saya sudah cari info sebayak-banyak nya tentang Red District ini, maksudnya biar ga terjebak =P Dari berbagai info yang saya dapat (jangan buka seemorebangkok.com pokoknya jangan), secara umum ada tiga Red District utama di Bangkok, masing-masing unik dan berbeda

  • Patpong, adalah Red District yang paling terkenal di antara ketiga yang ada. Kalo ngomongin tempat “nakal” di Bangkok pasti tempat ini yang sering disebut pertama. Secara ga resmi Patpong uda jadi salah satu objek yang harus dikunjungi wisatawan yang ke Bangkok, karena selain banyak terdapat Go Go Bar, di area ini juga terdapat Night Market. Satu hal yang juga sangat terkenal dan membuat tempat ini sering dikunjungi adalah “show” nya. Show apa ? Tunggu postingan berikutnya =P Sedikit himbauan, harap berhati-hati di sini, selaen copet dan preman, banyak juga terjadi penipuan atau pemerasan terhadap turis.
  • Nana Entertainment Plaza, bisa dibilang ini yang paling besar dan paling nakal, kalo kata Habib ini pusat kegiatan maksiat ! Kalo om – om senang mau cari ayam, di sini lah tempatnya. Konon ini salah satu kompleks prostitusi terbesar di dunia, beuh.. serem
  • Soi Cowboy, ini adalah red district yang paling kecil dan paling “aman”. Go Go Bar di sini rata-rata lebih bagus dan elit, tentunya dengan tarif yang lebih mahal. Kebanyakan yang mengunjungi area ini adalah bule-bule tajir atau expat. Rata-rata orang kesini hanya untuk relaks, nongkrong dan ga kepengen yang “aneh-aneh”.

Malam ini, tujuan kami adalah yang ke 3, Soi Cowboy.

Berbekal wejangan maut dari mami Picuy “JANGAN MACEM MACEM ! BARANG RUSAK, DUIT ILANG !”, dan setelah berdoa khusuk supaya iman nya dikuatkan, kami pun maju tak gentar menuju Soi Cowboy.

Berhubung udah malem, udah lumayan cape juga jalan seharian, kami memutuskan naik taksi. Ketika kami minta dicarikan taksi oleh resepsionis hotel, dia menanyakan kami mau kemana *nahloh dengan gaya malu-malu tapi mau saya menjawab Soi Cowboy, dan dia pun membalas dengan anggukan penuh arti, siyal.. hancur deh imej saya, pasti dikiram mesum, padahal kan emang *loh?

Tak disangka, ternyata perjalanan cukup singkat. Ternyata dari hotel kami ga begitu jauh dan ternyata mudah dicapai lewat MRT juga, jiah sayang bayar taksi rada mahal. Kami diturunkan di pinggiran jalan, dari jauh pun sudah terlihat dan terasa hingar bingar nya area itu.

banyak "penampakan"

banyak “penampakan” =P

Soi dalam bahasa Indonesia berarti gang atau jalan kecil. Disebut Soi Cowboy karena konon katanya pemilik bar pertama di kawasan ini, seorang bule, sering make topi cowboy. Jadi Soi Cowboy ini berupa sebuah gang, ga terlalu panjang, tapi di kanan kiri nya banyak berderet Go Go Bar. Masing-masing bar memiliki “tema” tersendiri. Satu hal yang sangat mencolok, mereka memasang lampu-lampu, neon sign yang sangat besar, banyak dan berwarna warni. Mirip seperti Las Vegas versi mini mungkin (belon pernah ke Las Vegas juga si).

Di luar masing-masing bar, banyak terdapat “karyawan” yang memanggil-manggil, mengundang, mengajak masuk. Rata-rata masih muda, bening dan sehat (montok), lumayan sedap dipandang lah (hati-hati mimisan). Mereka menggunakan “kostum” seragam yang sesuai dengan tema bar atau acara yang ada. Seinget saya, waktu itu saya melihat ada yang tema nya pramugari, sopir taksi, polisi, cina-cinaan, dsb.

Malam itu suasanya nya cukup ramai, gang itu dipadati para pengunjung yang berseliweran di sepanjang gang, mayoritas bule. Kami berfoto-foto sejenak, kemudian berjalan menelusuri gang tersebut, mencoba melihat-lihat sebelum memutuskan untuk masuk ke bar yang mana. Setelah sejenak “tersihir” pemandangan di kanan kiri, kami sampai ke ujung gang. Kemudian.. bingung. Akhirnya kami berjalan lagi balik ke tempat kami pertama masuk, lagi-lagi “terhipnotis” pemandangan kanan kiri. Setelah selesai berjalan 1 lap, kami.. masih bingung.

Akhirnya kami pun sepakat dan memutuskan untuk.. cari makan dulu =P terakhir kami makan adalah sore hari ketika di Siam Paragon, kami sengaja melewat makan malam karena kekenyangan sebelumnya, nah sekarang kami merasa kelaparan. Siyalnya dari tadi kami ga melihat ada tukang makanan di area itu. Kami pun berjalan menjauhi Soi Cowboy berharap ketemu warung indomi pinggir jalan *loh? Uniknya, kami malah menjumpai beberapa lapak di pinggir jalan yang menjual minuman keras dengan berbagai menu dan racikan nya.

Setelah berjalan agak jauh, kami menemukan sebuah hotel kecil yang ada resto nya. Ya sudahlah daripada ga ada, akhirnya kami makan dulu di situ. Pesen nasi goreng 3 piring untuk 7 orang. Pelayan dan tamu laen melirik aneh, bodo amat d =P

Balik lagi ke Soi Cowboy, jantung saya berdetak lebih kencang, kalo kata Ahmad Dhani seperti genderang mau perang =P Dari tadi kami kebingungan karena pintu masuk bar umum nya tertutup semacam kain hitam sehingga tidak bisa dilihat dari luar. Satu-satu nya cara untuk memilih adalah dengan melihat “kualitas” pada “karyawan” yang mejeng di luarnya.

Berdasarkan voting, ACAP pun memilih.. sesaat lagi, setelah yang satu ini.. *gaya IndonesianIdol =P Dari sekian banyak bar dan berbagai tema, kami memilih satu yang bertema cina-cinaan, harap maklum ini demi menghormati leluhur (apa hubungan nya coba =P), bar itu bernama Suzie Wong.

Bayangkan.. ekspresi seorang anak kecil yang baru pertama kali masuk ke toko permen Candylicious di USS atau baru pertama kali masuk ke toko maenan Toys”R”Us =P Saya pun terkesima saudara-saudara..

“Bapau” bertebaran dimana-mana ! (demi alasan kesusilaan, saya menggunakan istilah “bapau” untuk mengganti.. ah tau sendirilah ya)

Jujur pertama kali saya merasa agak risih, saya bener-bener ga bermaksud memandangi “bapau-bapau” ituh, tapi apa daya, mereka mengepung dari segala arah !

Setelah sejenak hilang “kesadaran”  dan males mengedipkan mata, akhirnya saya mulai pulih. Tata ruangan bar itu sebenarnya sederhana, di tengah-tengah ada semacam panggung lintasan panjang yang agak tinggi dengan beberapa tiang untuk tempat para penari “beraksi”. Di bawah panggung ada beberapa kursi untuk pengunjung yang ingin melihat lebih “dekat”. Di samping kiri kanan panggung ada bangku-bangku dan meja yang disusun secara bertingkat dan mengarah ke panggung. Kami duduk di ujung dan memesan beberapa botol bir (karena itu yang paling murah =P).

Secara keseluruhan sebenernya “pertunjukan” bisa dibilang biasa aja. Mereka hanya “menari” sesuka nya tanpa ada koreografi (lu pikir nonton ballet ?). Beberapa bahkan seolah hanya bergoyang males-malesan mengikuti lagu supaya “bapau” nya bergoncang-goncang dan memantul-mantul. Setiap beberapa lagu, rombongan penari berganti. Pertama kali naik, baju mereka masih agak komplit, tapi lama-lama seiring berjalan nya lagu, bajunya cuma disisain sedikit.. sedikit banget.

Kadang ada penari yang iseng, utak-atik “bapau” temen nya. Kadang ada yang lirik-lirik ke arah penonton. Para tamu yang duduk di bawah panggung seringkali kasi duit kepada para penari, padahal mereka ga minta, sungguh dermawan sekali. Setelah tugas menari nya selesai, penari yang dikasih duit itu biasanya menghampiri tamu tadi, mungkin mau ngucapin terima kasih dan nemenin minum dengan akrab , akrab soalnya sambil dipangku. Kadang ada yang setelah ngobrol, penari tadi pindah duduk nya di bawah meja tamu itu, saya gatau d ngapain, mungkin mijitin kaki nya tamu (pura-pura polos).

Nah sekarang ada satu pertanyaan yang amat sangat penting.. PENTING BANGET !

Sebenernya makhluk yang barusan kita liat di atas panggung itu cewe apa bukan ?

Nah loh..

Tau sendiri kan, Thailand itu negeri bencong. Dan bencong Thailand itu ga kaya pengamen yang make kecrekan di lampu merah. Bencong Thailand yang lebih cantik dari Luna Maya buanyaakk..

Tak bisa dihindari lagi, dari meja kami pun muncul perdebatan seru, yang ini asli apa palsu, yang ini cewe tapi kaya bukan, yang ini kw apa super, yang ini bekas nya keliatan ga, dsb. Dari hasil penelitian yang mendalam serta musyawarah mufakat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa di antara 10 penari, 2 di antaranya adalah bencong, 3 di antara nya adalah cewe asli, sisa nya terlalu sulit untuk ditentukan. Statistik nya 30% cewe asli, 20% bencong, 50% grey area (keren yak pake statistik).

Hanya sekedar ingin menghilangkan rasa penarasan, kami ga terlalu lama di dalem sana (atau saya yang ga kerasa, keasikan dan kelupaan waktu ya =P) Setelah menghabiskan minuman, kami pun memutuskan untuk pulang ke hotel. Lumayan lah nambah pengalaman baru, biar jadi ga cupu-cupu amat =p

Bayangkan.. ekspresi seorang anak kecil yang baru pertama kali masuk ke toko permen Candylicious di USS atau baru pertama kali masuk ke toko maenan Toys”R”Us, tapi udah gitu pulang dengan tangan hampa ga beli apa-apa, saya pun (sedikit) kecewa saudara-saudara..

=P

Bersambung..

Categories: ACAP 5 | 2 Comments

Plan B, B = Bingung

Pagi pertama kami di Bangkok, kami sangat bersemangat memulai hari. Apalagi semalam abis kekenyangan bahagia makan dimsum palling enak di Bangkok (uda baca postingan sebelumnya ? =P). Rute dan jadwal udah disiapin, kami udah ga sabar sama petualangan hari itu. Hari itu rencana nya kami akan berjalan-jalan seharian di distrik Rattanakosin, kawasan wisata utama di Bangkok.

mejeng di depan hotel =P

mejeng di depan hotel =P

Persoalan pertama yang kami hadapi adalah gimana cara kesana nya. Dari info yang kami dapet, kira-kira ada 3 alternatif. Pertama, naek taksi langsung dari hotel, cepet, praktis, tapi ongkosnya lumayan mahal. Kedua, naek MRT ke stasiun terdekat, lalu lanjut naek taksi, 2 kali kerja tapi bisa lebih hemat. Yang ketiga, naek MRT  dan BTS ke deket dermaga, lalu ksana naek perahu sambil menyusuri sungai Chao Praya, jauh, muter-muter, lebih ribet, lebih lama dan ga murah2 amat, tapi kayanya lebih seru. Saya si paling pengen yang ketiga, dengan kampungan nya saya pengen naek perahu, apa serunya naek taksi ? hoho. Ternyata pilihan ini lah yang menjadi awal malapetaka selanjutnya..

Kami naik MRT dari Phetchaburi station, turun di SiLom, dari situ pindah naek BTS di stasiun Sala Daeng. Di sini kami merasa kecele, lagi-lagi tertipu peta MRT. Peta MRT kan biasanya cuma berupa garis dan titik doank, menurut peta tersebut stasiun MRT dan BTS ini nyambung , nyatanya kami harus berjalan cukup jauh, apalagi MRT itu adanya di bawah tanah, sedangkan BTS itu ada nya di atas tanah, kudu naik-naik tangga juga akhirnya. Yang tadinya dikira perjalanan cuma butuh beberapa menit jadi meleset. Dari BTS Sala Daeng, kami menuju BTS Saphan Taksin, dari situ kami lanjut berjalan kaki menuju Central Pier (Sathorn Pier), bisa dibilang ini adalah dermaga utama dari layanan Chao Praya Express Boat.

Ketika kami mengantri untuk membeli tiket, seorang ibu-ibu petugas tiba-tiba berteriak, dia mengumumkan bahwa perahu selanjutnya adalah perahu yang terakhir di hari itu. Nampaknya hari itu ada semacam perayaan atau acara kerajaan seingga sungai harus ditutup. Untuk beberapa saat, saya merasa beruntung, beruntung karena masi kebagian tiket, kalo telat beberapa menit aja, mungkin bisa batal naek perahu. Tapi beberapa saat kemudian, baru saya sadar, kami ga seberuntung itu. Karena itu perahu terakhir, mereka menunda keberangkatan sehingga perahu bisa memuat sebanyak mungkin penumpang. Para turis di sekitaran dermaga pun bergegas dan dermaga menjadi crowded. Kami bahkan harus menunggu lebih dari setengah jam untuk berangkat, padahal biasanya perahu berangkat tiap beberapa menit. Hah.. Siyal.. Kebuang lagi waktunya..

Pengalaman menyusuri Chao Praya sebenernya biasa-biasa aja, nothing special. Pemandangan nya standar, ga bagus banget, apalagi saat itu curah hujan di Bangkok lagi cukup tinggi sehingga volume air sungai agak tinggi, keruh, kotor dan banyak sampah. Perahu pun seadanya, bukan yang mewah atau istimewa. Tapi ada satu sensasi tersendiri ketika saya menyadari, sekali lagi saya berhasil mewujudkan keinginan saya. Sudah ratusan kali saya membaca, mendengar atau menonton para traveler ke Bangkok dan salah satu kegiatan mereka adalah menyusuri sungai ini, dan kali itu saya cukup bersyukur saya bisa mendapat kesempatan yang sama, hoho.

Chao Praya Experss Boat

Chao Praya Experss Boat

Kami memutuskan untuk turun di Phra Athit Pier, dermaga yang terdekat dengan Khaosan Road. Sampe situ kami lalu kebingungan. Yang pertama, jalanan di daerah itu cukup rumit, informasi minim, banyak jalaln-jalan kecil, gang, dan bercabang-cabang. Yang kedua, karena mulur nya waktu dari jadwal, kami jadi bingung sebaiknya apa dulu yang harus dilakukan, tempat mana dulu yang harus dituju. Waktu itu udah siang, perut mulai lapar, konsentrasi terpecah karena mata selalu curi-curi cari tukang makanan. Kalo kami makan dulu, takutnya semakin buang waktu dan jalan-jalan nya jadi ga puas, maklum saja masih ada beberapa tempat yang harusnya dikunjungi hari itu, sedangkan sebagian besar sore hari tempat tersebut sudah tutup. Harusnya si kami bergegas, tapi suasana disekitaran jalan-jalan tersebut membuat kami susah untuk melangkah cepat-cepat, ada banyak pedagang kaki lima, tukang makanan pinggir jalan, minimarket, kafe-kafe pinggir jalan, dsb. Suasananya sangat cocok untuk jalan-jalan santai.

Di samping semua itu, ada perasaan sedikit tidak tenang juga dalam hati saya. Dari sejak sebelum berangkat, kami memang sudah merencanakan untuk pergi ke luar kota Bangkok, yaitu ke Ayutthaya dan Pattaya, kami bahkan sudah pesan hotel di Pattaya untuk satu malam. Masalahnya, kami belum ada persiapan sama sekali, kami memutuskan untuk mencari travel agent lokal untuk mengurusnya. Kawasan Khaosan Road yang sedang kami lewati saat itu adalah salah satu lokasi di Bangkok yang banyak travel agent nya. Saya jadi merasa gatel untuk sekedar nanya2 cari informasi, takutnya kalo nanti keburu kawasan itu terlewat, kita ga punya waktu untuk balik lagi, duh..

dari satu travel agent ke travel agent lainnya

dari satu travel agent ke travel agent lainnya

Daripada nerusin jalan-jalan tapi ga tenang, kami memutuskan untuk mampir-mampir ke travel agent yang kami lewati. Tentunya nanya-nanya ini ngabisin waktu juga. Matahari makin panas dan perut makin lapar. Untungnya kami berhasil nemu satu travel agent yang kasih penawaran menarik ke Ayutthaya (ternyata kami tertipu, cerita lebih lengkap di postingan berikutnya aja ya). Setelah melakukan booking, kami melanjutkan jalan kaki ke arah Grand Palace. Kami sempat mampir di salah satu penjual Padthai pinggir jalan, dengan filosofi pelit luar biasa, kami pesen 1 porsi buat rame-rame, nikmat abis..

Nikmat abis..

Nikmat abis..

Kami sempet muter-muter ga jelas kaya anak ilang, cari jalan ke Grand Palace ternyata cukup sulit. Tiba-tiba munculah ide untuk naek tuk-tuk. Sebelumnya saya sempet baca beberapa artikel yang menyarankan para wisatawan untuk menghindari tuk-tuk apalagi di tempat wisata nya, banyak sekali penipuan dan kejahatan. Sempet khawatir juga, tapi dasar nekat, mumpung lagi ada tuk-tuk nganggur dan kami udah cape berjalan, kami naek aja. Kami pake 2 tuk-tuk, yang satu diisi 4 orang, yang satu diisi 3 orang. Saya kebagian yang 3 orang bersama Bom Yin, kasian si Yin harus kejepit 2 orang yang body nya uda cocok jadi pesumo =P Ternyata naek tuk-tuk itu seru ! laen sensasinya, apalagi si sopir tuk-tuk ngebut, selap-selip, ngepot-ngepot, dalam beberapa menit saja kami sudah sampai di Grand Palace.

tuk fast tuk furious =P

tuk fast tuk furious =P

Sesampainya kami di pintu utama Grand Palace, saya melihat di seberang jalan ada sebuah gerobak menjual sate. Dengan santai nya saya beli dan makan dulu. Yang laen juga ikutan, lalu setelah itu kami mampir ke minimarket dulu. Alangkah kaget nya kami, ketika balik lagi ke pintu utama, petugas penjaga bilang Grand Palace nya tutup !!! Alsesan nya masih berkaitan sama acara Kerajaan yang tadi bikin sungai ditutup juga, oh tidaakkkk.. *dengannadasinetron

Celingak-celinguk.. Bengong.. Kesel.. Laper.. Pengen punya pacar.. *eh?

Saatnya plan B ! etapi emang ada plan B ? Kami ga nyiapin sama sekali, B = Bingung !

Sialnya lagi, di saat kami sedang kebingungan, tiba-tiba mulai gerimis, waduh, makin dramatis aja ni..

Setelah berdiskusi sejenak, kami memutuskan paling aman adalah “berlindung” dari hujan di mall, percuma juga ke objek wisata lain tapi ujan-ujanan. Dengan jadwal yang super padat, kami mengambil resiko nantinya ga sempet ke area ini lagi, hiks. Maka tantangan selanjutnya adalah mencari taksi. Susah juga mencari taksi di tempat yang padat pengunjung, apalagi pas mulai ujan. Pas dapet, mereka gamao pake argo dan tetapin tarif seenaknya. Kami mencoba berjalan menjauhi Grand Palace, sapatau dapet sopir taksi yang lebih alim.

Ga jauh dari Grand Palace, kami melihat ada beberapa taksi yang mangkal, salah satunya adalah taksi inova. Kami pun segera bernegosiasi dengan sopir nya supaya kami satu rombongan bisa masuk satu mobil. Ternyata dia juga tetep gamao pake argo, tapi setelah tawar menawar lumayan lah dapet harga yang masuk akal. Sebelumnya dia kasih satu syarat, dia mau ajak kami ke satu toko souvenir, dia bilang dia bakal dapet komisi kalo anter penumpang kesana, terserah kami mau beli ato ga, dia cuma minta waktu kami sebentar. Dengan sangat terpaksa kami menyanggupi. Begitu kami naik ke mobil, ujan yang tadinya gerimis jadi deres banget, nah lo…

Ternyata, kami dibawa ke sebuah toko perhiasan. Toko nya guede buanget. Memang kayanya secara khusus didesain untuk menjamu turis. Dateng-dateng disuguhi softdrink gratis. Kami yang sama sekali gada niat beli dengan gatau malu nya minum-minum aja. Kami juga tiba-tiba ditemani seorang ibu-ibu pegawai yang fasih ngomong Indonesia. Di sana tersedia berbagai macam perhiasan, batu-batuan warna warni dengan berbagai model. Sayang harga nya kurang bersahabat, selain itu kami juga tau darimana kalo perhiasan itu beneran ato cuma “mainan”. Saya sempet tertarik dan kepikir mao beli beberapa buat pacar saya, tapi diinget-inget lagi, saya kan belom punya pacar.. T.T

Dari toko perhiasan tersebut, kami menuju daerah Siam. Daerah tempat berkumpulnya mall-mall besar di Bangkok. Mungkin mirip Orchad Road di Singapore atau Bukit Bintang di Kuala Lumpur. Si Sopir tiba-tiba menawarkan kami untuk mampir ke Jim Thompson’s House, karena dalam perjalan itu kami melewati nya. Dia bilang letaknya pun ga jauh dari Siam, bisa dicapai dengan berjalan kaki. Saya langsung setuju. Wah ini kebeneran banget. Jim Thompson’s House itu salah satu “Top Ten Things To Do” di Bangkok.com, yang selama ini jadi referensi saya. Saya ga cantumin ke jadwal kami sebelumnya karena saya pikir tempat ini susah dicapai dan kami gatau kapan sempetnya.

Jim Thompson adalah salah satu orang yang paling berjasa dalam memajukan industri sutra di Thailand. Selain itu dia juga mendalami ilmu desain dan arsitektur, sekaligus merupakan kolektor seni dan barang-barang antik. Pada tahun 60 an, secara misterius dia dinyatakan hilang dan sampai saat ini pun belum ditemukan. Saat ini rumahnya dijadikan museum, salah satu museum paling bagus di Bangkok.

Tiket masuknya sudah termasuk guide berbahasa inggris. Jadi para pengunjung nantinya dibagi menjadi kelompok kecil dan didampingi guide selama berada di dalam, tidak boleh keluar masuk seenaknya. Jumlah pengunjung yang masuk ke museum pun dibatasi. Pengunjung juga diwajibkan untuk melepas alat kaki. Tanpa mengurangi rasa hormat, demi kebaikan bersama, yang kaki nya bau ga usah berkunjung ke sini ya =P

Ketika menunggu giliran masuk, saya sempet gembira melihat guide-guide nya. Mereka rata-rata cewe yang masih muda dan mukanya sedap dipandang =P Guide yang mendampingi kami adalah tipikal cewe yang kalo senyum bisa membuat cowo sekitarnya ikutan senyum dengan tampang bego, manis banget, sangat peluk-able.. eh maap jadi ngelantur =P

Museum tersebut tidak telalu besar, tapi sangat bersih, rapi dan terawat. Terdiri dari beberapa bangunan kecil yang sangat unik dan saling menyambung. Suasana tradisional Thailand nya sangat terasa walaupun di beberapa bagian dia mencampurkan unsur kebudayaan Barat. Beberapa barang yang dipamerkan antara lain lukisan, patung, ukiran, kerajinan, perabot rumah, keramik porselen, dan kain sutra. Menurut saya sih ini menarik sekali. Ada sensasi yang berbeda saat saya berada di sana, menggagumi cerita-cerita dibalik barang-barang di sana dan berimajinasi tentang apa saja yang terjadi di sana pada masa lalu. Saya memang selalu menikmati kalo mengunjungi museum =)

Jim Thompson's House

Jim Thompson’s House

Setelah puas berfoto-foto, kami melanjutkan perjalanan kami berjalan kaki ke daerah Siam. Kami sempat menyeberang melalui sebuah jembatan penyeberangan bercabang yang keren, khas kota metropolitan =P Mall pertama yang kami masuki adalah Siam Discovery. Di dalam mall ini terdapat Madame Tussaud Museum, sayang dengan berbagai pertimbangan kami tidak mampir. Di mall ini kami hanya berjalan-jalan cuci mata sejenak. Kami memutuskan untuk cari makanan, nah berdasarkan beberapa info yang kami dapat di Siam Paragon lebih banyak pilihan.

Siam Paragon adalah mall yang menjual barang-barang branded. Mall yang highclass. Kami uda sempet kawatir makanan nya mahal-mahal. Tapi kami berhasil menemukan satu resto yang cocok. Namanya “San Saab”. Resto yang cukup modern ala café tapi menjual makanan Thai. Tempatnya pewe, rasanya enak dan harga nya lumayan terjangkau. Nah yang terkenal dari Siam Paragon ini sebenernya adalah foodcourt nya yang terletak di lantai dasar. Foodcourtnya guede buanget dan menjual berbagai macam makanan khas tradisional Thai, kebanyakan memang makanan kecil, snack atau camilan. Dan saya pun khilaf sodara-sodara.. apa aja dibeli, dicobain.. Kalo ke Bangkok kalian kudu mampir kesini !

San Saab

San Saab

Dengan perut super kekenyangan kami melanjutkan perjalanan, kami menuju ke MBK. Kami menyebrang dari Siam Paragon, dan di sepanjang jalan yang kami lewati buanyak banget pedagang kaki lima. Ada yang menjual baju, tas, asesoris, dsb. Rata-rata barang-barang tersebut harganya murah-murah. Suasana nya sungguh crowded, ramai berdesak-desakan. Para wanita pun berjalan dengan kecepatan siput, seringkali tergoda oleh barang dagangan di sana. Para pria pun dengan (terpaksa) setia menunggu, lama-lama ikut tergoda oleh cewe-cewe cantik yang lewat *eh?

Dengan penuh perjuangan, akhirnya kami sampai di MBK, salah satu pusat pertokoan paling besar di Bangkok yang juga merupakan tujuan wisata. Di sana banyak dijual oleh-oleh dan souvenir. Dari beberapa info yang saya baca, memang kebanyakan pengunjung MBK adalah turis sehingga harga-harga di sana relatif mahal, tapi tetep sayang kalo dilewatkan, kudu pinter-pinter nawar aja =P

Ga kerasa uda malem lagi, akhirnya kami memutuskan pulang. Ga berapa jauh dari situ ada BTS, kami naik BTS, ganti MRT lalu balik ke hotel tercinta. Petualangan hari ini selesai ? Tunggu postingan berikutnya =P

Bersambung..

-on-

Categories: ACAP 5 | Leave a comment

Blog at WordPress.com.