Peringatan :
Tulisan yang akan anda baca berikut ini mungkin memuat konten yang hanya sesuai untuk orang dewasa. Bagi yang belum cukup umur dianjurkan untuk tidak mebaca. Kalo masih kekeuh baca yaudah lah ya asal ga ketauan gapapa =P
Setelah seharian lelah berpetualang, kebinguan, keujanan, kekenyangan (uda baca postingan sebelumnya ? =P) kami memutuskan pulang ke hotel. Tapi hari itu petualangan kami belum berhenti. Diawali inisiatif pria-pria mesum (Wit, Bom dan satu orang lg temen nya) kami berencana untuk mengunjungi salah satu Red District yang tersohor di Bangkok (ciee.. “tersohor” bahasa nya).
Kami sengaja mengajak para wanita ikut menemani, karena kami takut *loh? Maksudnya takut kalau ga ada yang jagain nanti bisa keterusan “iseng” =P
Sebelum nya saya mau kasih info dulu mengenai Red District di Bangkok. Karena saya anak baik-baik maka dari sebelum pergi saya sudah cari info sebayak-banyak nya tentang Red District ini, maksudnya biar ga terjebak =P Dari berbagai info yang saya dapat (jangan buka seemorebangkok.com pokoknya jangan), secara umum ada tiga Red District utama di Bangkok, masing-masing unik dan berbeda
- Patpong, adalah Red District yang paling terkenal di antara ketiga yang ada. Kalo ngomongin tempat “nakal” di Bangkok pasti tempat ini yang sering disebut pertama. Secara ga resmi Patpong uda jadi salah satu objek yang harus dikunjungi wisatawan yang ke Bangkok, karena selain banyak terdapat Go Go Bar, di area ini juga terdapat Night Market. Satu hal yang juga sangat terkenal dan membuat tempat ini sering dikunjungi adalah “show” nya. Show apa ? Tunggu postingan berikutnya =P Sedikit himbauan, harap berhati-hati di sini, selaen copet dan preman, banyak juga terjadi penipuan atau pemerasan terhadap turis.
- Nana Entertainment Plaza, bisa dibilang ini yang paling besar dan paling nakal, kalo kata Habib ini pusat kegiatan maksiat ! Kalo om – om senang mau cari ayam, di sini lah tempatnya. Konon ini salah satu kompleks prostitusi terbesar di dunia, beuh.. serem
- Soi Cowboy, ini adalah red district yang paling kecil dan paling “aman”. Go Go Bar di sini rata-rata lebih bagus dan elit, tentunya dengan tarif yang lebih mahal. Kebanyakan yang mengunjungi area ini adalah bule-bule tajir atau expat. Rata-rata orang kesini hanya untuk relaks, nongkrong dan ga kepengen yang “aneh-aneh”.
Malam ini, tujuan kami adalah yang ke 3, Soi Cowboy.
Berbekal wejangan maut dari mami Picuy “JANGAN MACEM MACEM ! BARANG RUSAK, DUIT ILANG !”, dan setelah berdoa khusuk supaya iman nya dikuatkan, kami pun maju tak gentar menuju Soi Cowboy.
Berhubung udah malem, udah lumayan cape juga jalan seharian, kami memutuskan naik taksi. Ketika kami minta dicarikan taksi oleh resepsionis hotel, dia menanyakan kami mau kemana *nahloh dengan gaya malu-malu tapi mau saya menjawab Soi Cowboy, dan dia pun membalas dengan anggukan penuh arti, siyal.. hancur deh imej saya, pasti dikiram mesum, padahal kan emang *loh?
Tak disangka, ternyata perjalanan cukup singkat. Ternyata dari hotel kami ga begitu jauh dan ternyata mudah dicapai lewat MRT juga, jiah sayang bayar taksi rada mahal. Kami diturunkan di pinggiran jalan, dari jauh pun sudah terlihat dan terasa hingar bingar nya area itu.
Soi dalam bahasa Indonesia berarti gang atau jalan kecil. Disebut Soi Cowboy karena konon katanya pemilik bar pertama di kawasan ini, seorang bule, sering make topi cowboy. Jadi Soi Cowboy ini berupa sebuah gang, ga terlalu panjang, tapi di kanan kiri nya banyak berderet Go Go Bar. Masing-masing bar memiliki “tema” tersendiri. Satu hal yang sangat mencolok, mereka memasang lampu-lampu, neon sign yang sangat besar, banyak dan berwarna warni. Mirip seperti Las Vegas versi mini mungkin (belon pernah ke Las Vegas juga si).
Di luar masing-masing bar, banyak terdapat “karyawan” yang memanggil-manggil, mengundang, mengajak masuk. Rata-rata masih muda, bening dan sehat (montok), lumayan sedap dipandang lah (hati-hati mimisan). Mereka menggunakan “kostum” seragam yang sesuai dengan tema bar atau acara yang ada. Seinget saya, waktu itu saya melihat ada yang tema nya pramugari, sopir taksi, polisi, cina-cinaan, dsb.
Malam itu suasanya nya cukup ramai, gang itu dipadati para pengunjung yang berseliweran di sepanjang gang, mayoritas bule. Kami berfoto-foto sejenak, kemudian berjalan menelusuri gang tersebut, mencoba melihat-lihat sebelum memutuskan untuk masuk ke bar yang mana. Setelah sejenak “tersihir” pemandangan di kanan kiri, kami sampai ke ujung gang. Kemudian.. bingung. Akhirnya kami berjalan lagi balik ke tempat kami pertama masuk, lagi-lagi “terhipnotis” pemandangan kanan kiri. Setelah selesai berjalan 1 lap, kami.. masih bingung.
Akhirnya kami pun sepakat dan memutuskan untuk.. cari makan dulu =P terakhir kami makan adalah sore hari ketika di Siam Paragon, kami sengaja melewat makan malam karena kekenyangan sebelumnya, nah sekarang kami merasa kelaparan. Siyalnya dari tadi kami ga melihat ada tukang makanan di area itu. Kami pun berjalan menjauhi Soi Cowboy berharap ketemu warung indomi pinggir jalan *loh? Uniknya, kami malah menjumpai beberapa lapak di pinggir jalan yang menjual minuman keras dengan berbagai menu dan racikan nya.
Setelah berjalan agak jauh, kami menemukan sebuah hotel kecil yang ada resto nya. Ya sudahlah daripada ga ada, akhirnya kami makan dulu di situ. Pesen nasi goreng 3 piring untuk 7 orang. Pelayan dan tamu laen melirik aneh, bodo amat d =P
Balik lagi ke Soi Cowboy, jantung saya berdetak lebih kencang, kalo kata Ahmad Dhani seperti genderang mau perang =P Dari tadi kami kebingungan karena pintu masuk bar umum nya tertutup semacam kain hitam sehingga tidak bisa dilihat dari luar. Satu-satu nya cara untuk memilih adalah dengan melihat “kualitas” pada “karyawan” yang mejeng di luarnya.
Berdasarkan voting, ACAP pun memilih.. sesaat lagi, setelah yang satu ini.. *gaya IndonesianIdol =P Dari sekian banyak bar dan berbagai tema, kami memilih satu yang bertema cina-cinaan, harap maklum ini demi menghormati leluhur (apa hubungan nya coba =P), bar itu bernama Suzie Wong.
Bayangkan.. ekspresi seorang anak kecil yang baru pertama kali masuk ke toko permen Candylicious di USS atau baru pertama kali masuk ke toko maenan Toys”R”Us =P Saya pun terkesima saudara-saudara..
“Bapau” bertebaran dimana-mana ! (demi alasan kesusilaan, saya menggunakan istilah “bapau” untuk mengganti.. ah tau sendirilah ya)
Jujur pertama kali saya merasa agak risih, saya bener-bener ga bermaksud memandangi “bapau-bapau” ituh, tapi apa daya, mereka mengepung dari segala arah !
Setelah sejenak hilang “kesadaran” dan males mengedipkan mata, akhirnya saya mulai pulih. Tata ruangan bar itu sebenarnya sederhana, di tengah-tengah ada semacam panggung lintasan panjang yang agak tinggi dengan beberapa tiang untuk tempat para penari “beraksi”. Di bawah panggung ada beberapa kursi untuk pengunjung yang ingin melihat lebih “dekat”. Di samping kiri kanan panggung ada bangku-bangku dan meja yang disusun secara bertingkat dan mengarah ke panggung. Kami duduk di ujung dan memesan beberapa botol bir (karena itu yang paling murah =P).
Secara keseluruhan sebenernya “pertunjukan” bisa dibilang biasa aja. Mereka hanya “menari” sesuka nya tanpa ada koreografi (lu pikir nonton ballet ?). Beberapa bahkan seolah hanya bergoyang males-malesan mengikuti lagu supaya “bapau” nya bergoncang-goncang dan memantul-mantul. Setiap beberapa lagu, rombongan penari berganti. Pertama kali naik, baju mereka masih agak komplit, tapi lama-lama seiring berjalan nya lagu, bajunya cuma disisain sedikit.. sedikit banget.
Kadang ada penari yang iseng, utak-atik “bapau” temen nya. Kadang ada yang lirik-lirik ke arah penonton. Para tamu yang duduk di bawah panggung seringkali kasi duit kepada para penari, padahal mereka ga minta, sungguh dermawan sekali. Setelah tugas menari nya selesai, penari yang dikasih duit itu biasanya menghampiri tamu tadi, mungkin mau ngucapin terima kasih dan nemenin minum dengan akrab , akrab soalnya sambil dipangku. Kadang ada yang setelah ngobrol, penari tadi pindah duduk nya di bawah meja tamu itu, saya gatau d ngapain, mungkin mijitin kaki nya tamu (pura-pura polos).
Nah sekarang ada satu pertanyaan yang amat sangat penting.. PENTING BANGET !
Sebenernya makhluk yang barusan kita liat di atas panggung itu cewe apa bukan ?
Nah loh..
Tau sendiri kan, Thailand itu negeri bencong. Dan bencong Thailand itu ga kaya pengamen yang make kecrekan di lampu merah. Bencong Thailand yang lebih cantik dari Luna Maya buanyaakk..
Tak bisa dihindari lagi, dari meja kami pun muncul perdebatan seru, yang ini asli apa palsu, yang ini cewe tapi kaya bukan, yang ini kw apa super, yang ini bekas nya keliatan ga, dsb. Dari hasil penelitian yang mendalam serta musyawarah mufakat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa di antara 10 penari, 2 di antaranya adalah bencong, 3 di antara nya adalah cewe asli, sisa nya terlalu sulit untuk ditentukan. Statistik nya 30% cewe asli, 20% bencong, 50% grey area (keren yak pake statistik).
Hanya sekedar ingin menghilangkan rasa penarasan, kami ga terlalu lama di dalem sana (atau saya yang ga kerasa, keasikan dan kelupaan waktu ya =P) Setelah menghabiskan minuman, kami pun memutuskan untuk pulang ke hotel. Lumayan lah nambah pengalaman baru, biar jadi ga cupu-cupu amat =p
Bayangkan.. ekspresi seorang anak kecil yang baru pertama kali masuk ke toko permen Candylicious di USS atau baru pertama kali masuk ke toko maenan Toys”R”Us, tapi udah gitu pulang dengan tangan hampa ga beli apa-apa, saya pun (sedikit) kecewa saudara-saudara..
=P
Bersambung..